cerita asal usul munjungan

 Konon, kata Munjungan berasal dari istilah Jawa, yakni munjung-munjung ing pangan(kelebihan bahan makanan). Penduduk asli Munjungan merupakan pelarian dari pasukan Pangeran Diponegoro dari kejaran pasukan Belanda. Dengan lokasi yang cukup jauh dan sulit dijangkau, pasukan Diponegoro pun aman, karena Belanda tak mampu memasuki wilayah Munjungan.
Sedari awal, warga asli itu akhirnya dapat bertahan hidup dengan becocok tanam dan melaut. Ya, kebanyakan warga Munjungan menjadi petani dan nelayan. Seakan terisolasi di dalamnya, hingga akhirnya pada 1975 saat Trenggalek di bawah kepemimpinan Bupati Sutran, jalur dari kota menuju Munjungan pun mulai dibuka. Bukit-bukit besar pun dikepras untuk dijadikan jalan. Kendati masih sempit, saat itu jalur tersebut menjadi satu-satunya akses keluar masuk menuju Munjungan. Sekitar dua tahun lalu, di masa kepemimpinan Bupati Soeharto, jalur pun mulai dilebarkan. Banyak bukit pun kembali dikepras dan bawahnya mulai dibangunkan plengsengan setinggi satu meter. Kini jalurnya pun menjadi lebih besar, namun separuhnya masih berupa tanah dan batuan yang sulit dilalui kendaraan.


 Di tengah-tengah perjalan menjelang masuk wilayah Munjungan, kami menyaksikan pantai yang tampak dari atas bukit. Tak sabar rasanya untuk segera menyaksikan pantai yang sangat eksotis tersebut. Tak lama kemudian, kami pun memasuki wilayah Munjungan. Kami disambut oleh hamparan tanaman padi yang luas dan berbagai komoditi, seperti kelapa, cengkeh, durian, dan pisang yang tersaji di Pasar Munjungan yang kami lintasi. Bahkan, komoditi ekspor berupa kayu sengon laut kini menjadi salah satu aset Munjungan yang mulai mendunia, juga tertanam di banyak lahan warga. Namun satu hal juga tak bakal terlupakan saat baru datang, senyum ramah warga.

Komentar